Pemanfaatan limbah padat fly ash bottom ash dari pltu dan arang serbuk kayu menjadi produk biobriket melalui proses karbonisasi
M Meningkatnya jumlah produksi pada industri juga menyebabkan peningkatan limbah yang dihasilkan. Industri kayu di indonesia menghasilkan arang serbuk kayu 407.548,2 ton per tahun, sementara pltu menghasilkan sekitar 1,43 juta ton fly ash bottom ash (faba) per tahun. Penelitian ini memiliki maksud mengupayakan alternatif pemanfaatan biomassa arang serbuk kayu dan faba untuk mengurangi timbulan limbah menjadi produk bernilai ekonomis dengan tujuan melakukan analisis proksimat pada arang serbuk kayu dan faba, serta menentukan komposisi terbaik dari penggunaan bahan baku dan perekat pada biobriket. Dilakukan perbandingan komposisi bahan baku dengan perbandingan antara faba dengan arang serbuk kayu yaitu, 100%:0%, 0%:100%, 30%:70%, 40% : 60%, 70%:30%, 60%:40%, dan 50%:50% dan dilakukan karakterisasi biobriket dengan menggunakan sni no.1/6235/2000 sebagai acuan. Hasil analisis proksimat terhadap faba dan arang serbuk kayu didapatkan kedua bahan tersebut dapat digunakan menjadi bahan baku biobriket. Komposisi paling optimal didapatkan pada perbandingan 60% faba dan 40% arang serbuk kayu, dengan kadar air 4,2%, kadar abu 5,3%, volatile matter 3,7%, fixed carbon 99,84%, dan nilai kalor 5013 kkal. Komposisi dengan perbandingan 30% faba dan 70% arang serbuk kayu memenuhi kriteria yang ditetapkan dan dengan nilai kalor yang lebih tinggi namun hasil fisik cenderung kurang kokoh akibat terlalu tingginya jumlah arang serbuk kayu yang digunakan. Analisis komposisi biobriket dari 100% arang serbuk kayu secara keseluruhan memenuhi standar sni no.1/6235/2000 dengan kadar air 3,3%, kadar abu 5,8%, dan volatile matter 14,1%, namun cenderung gagal dalam proses pencetakkan dikarenakan kurangnya bahan pengikat yang didapatkan dari faba. Analisis komposisi biobriket 100% faba menunjukkan nilai kalor yang relatif lebih rendah dan tidak memenuhi kriteria nilai kalor yang ditetapkan yaitu 3474 kkal dengan karakterisasi fisik warna yang lebih terang akibat kandungan abu yang tinggi dan kurangnya komponen organik yang didapatkan dari arang serbuk kayu.
T The increase in production in the industry also leads to an increase in the waste generated. The wood industry in Indonesia produces 407,548.2 tons of wood powder charcoal per year, while power plants produce around 1.43 million tons of FABA annually. This research conducted proximate analysis on wood powder charcoal and FABA, and determined the best composition of raw materials and binders for biobriquettes. Comparisons of raw material compositions were made between FABA and wood powder charcoal in the following ratios: 100%:0%, 0%:100%, 30%:70%, 40%:60%, 70%:30%, 60%:40%, and 50%:50%. Biobriquette characterization was done using SNI No.1/6235/2000 as a reference.The results of the proximate analysis of FABA and wood powder charcoal showed that both materials can be used as raw materials for biobriquettes. The most optimal composition was found to be a 60% FABA and 40% wood powder charcoal ratio, with results of 4.2% moisture content, 5.3% ash content, 6.2% volatile matter, 99.84% fixed carbon, and a calorific value of 5013 kkal. The composition with a 30% FABA and 70% wood powder charcoal ratio met the established criteria and had a higher calorific value, but the physical results tended to be less sturdy due to the excessive amount of wood powder charcoal used. The analysis of biobriquettes composed of 100% wood powder charcoal overall met the SNI No.1/6235/2000 standards, with 3.3% moisture content, 5.8% ash content, and 14.1% volatile matter, but tended to be brittle due to the lack of binding material derived from FABA. The analysis of biobriquettes composed of 100% FABA showed a relatively lower calorific value and did not meet the established criteria, with a value of 3474 kkal. Additionally, the physical characterization showed a lighter color due to the high ash content and the lack of organic components derived from wood powder charcoal