Analisis yuridis mengenai hibah pada anak perempuan menurut Hukum Adat Bali (studi Putusan Pengadilan Negeri Singaraja No. 166/PDT.G/2015/PN.SGR)
M Masyarakat Adat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal yang menggariskan bahwa hanya anak laki-laki yang berhak mewaris peninggalan harta orang tuanya. Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) yang menghimpun Desa Adat di seluruh Bali pada Pasamuhan Agung III pada 15 Oktober 2010 menghasilkan putusan Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 yaitu adanya hak waris bagi perempuan. Namun dalam prakteknya MUDP ini masih belum berjalan dengan semestinya. Oleh karena itu bagi orang tua yang ingin memberikan harta kepada anak perempuan dapat dengan mengunakan cara hibah. Di dalam pelaksanaannya di Bali, ada hibah yang bersyarat dan dapat ditarik kembali. Hibah tidak boleh melebihi 1/3 (sepertiga) harta kekayaan pemberi hadiah. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana penentuan ahli waris dari harta peninggalan bapak pada masyarakat adat Bali? Dan bagaimana pengaturan hibah pada anak perempuan dalam masyarakat adat Bali? Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan metode hukum normatif dengan sifat deskriptif, serta menggunakan data sekunder, yang berupa bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian ini kemudian di analisis secara kualitatif. Kesimpulan dari analisis diatas adalah dalam menentukan ahli waris dari harta peninggalan bapak pada masyarakat adat Bali adalah dilihat dari sistem kekeluargaannya yang menganut sistem patrilineal yaitu anak laki-laki yang berhak mewaris sedangkan pengaturan hibah pada anak perempuan dalam masyarakat adat Bali adalah pemberian hibah kepada anak perempuan dalam masyarakat adat Bali dibolehkan jika tidak merugikan pihak ahli waris serta tidak menyalahgunakan harta yang telah dihibahkan dan tidak boleh melebihi 1/3 dari harta milik pemberi hibah.