Tinjauan yuridis mengenai dasar pemberat pidana recidivis pencurian sepeda motor di wilayah Sambas
M Masalah kriminalitas tidak dapat dihindari dan memang selalu ada seiring berkembangnya tingkat pengetahuan manusia terhadap pengaruh sosial yang ada. Sehingga wajar bila menimbulkan keresahan, karena kriminalitas dianggap sebagai suatu gangguan pada kesejahteraan penduduk didaerah perkotaan serta lingkungannya.Salah satu hal yang merusak system masyarakat adalah adanya penjahat-penjahat kambuhan atau yang dikenal dengan residivis tersebut. Para penjahat ini biasanya mengulang kejahatan yang sama, meskipun sudah pernah dijatuhi hukuman. Terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana seperti tersebut, dapat dianggap mengulangi kejahatan yang sama (residivis) dan dapat dijadikan dasar pemberat hukumannya.Pokok permasalahan yang diangkat adalah apakah perbuatan pelaku tindak pidana pencurian sepeda motor memenuhi unsur – unsur Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4,ke-5 jo Pasal 486 KUHP ? (Studi Putusan Nomor: 22/ Pid B/2011/PN.SBS) dan bagaimana tinjauan yuridis mengenai dasar pemberat pidana ? (Studi Putusan Nomor: 22/ Pid B/2011/PN.SBS). Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan data diolah secara kualitatif dengan menggunakan penarikan kesimpulan logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan terpenuhinya semua unsur yang terdapat dalam memenuhi unsur – unsur Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4,ke-5 jo Pasal 486 KUHP telah terbukti secara sah dan meyakinkan maka Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana Pencurian Dalam Keadaan Memberatkan dalam dakwaan tersebut dan oleh karena tidak ditemukan pada diri Terdakwa alasan yang dapat menghilangkan pertanggungjawaban pidana, baik alasan pembenar maupun pemaaf maka atas kesalahannya kepada Terdakwa haruslah dijatuhkan pidana yang setimpal dengan kesalahannya tersebut. Pelaku ARIS Bin HAMDAN memiliki kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinysafan tentang baik dan buruknya perbuatan, oleh karena itu ia memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab (dalam arti kesalahan), sehingga unsur dalam Pasal 486 telah terbukti.