Penegakan hukum pada dokter yang melakukan tindakan medik pada pasien hypersensitive yang menyebabkan luka berat, cacat atau kematian
D Dokter yang melakukan tindakan medik terhadap pasiennya untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan harapan kesembuhan bagi pasiennya. Adanya praktek kedokteran menimbulkan Iuka berat, cacat atau kematian pada pasien, menyebabkan masyarakat menduga telah terjadi malpraktek, sehingga mencari keadilan melalui peradilan pidana supaya dokter diminta pertanggungjawabannya. Padahal hal tersebut belum tentu merupakan kesalahan dokter, dapat saja hal tersebut terjadi karena pasien mengidap alergi atau hypersensitive terhadap suatu obat atau suntikan.Tujuan penelitian 1rn untuk mengetahui penegakan hukum, pertanggungjawaban hukum dan perlindungan hukum terhadap dokter yang melakukan tindakan medik pada pasien hypersensitive yang menyebabkan Iuka berat, cacat atau kematian. Ruang lingkup penelitian ini penulis batasi terhadap pasien hypersensitive pengidap Steven Johnson Syndrome dan Anafilaksis atau Syok Anafilaktik.Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu data yang digunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara membaca, mempelajari kasus-kasus melalui pengkajian dokumen dokumen, pendapat para ahli hukum, hasil kegiatan penelitian ilmiah bahkan data yang bersifat publik yang berhubungan dengan penulisan yang terjadi dan diiringi wawancara dengan beberapa informan atau narasumber serta mempelajari Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, Undang Undang Nomor : 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Putusan-Putusan Pengadilan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Kesimpulan dari penelitian ini, bagi dokter yang melakukan tindakan medik jika terjadi suatu penyimpangan terhadap suatu kaidah pidana, sepanjang bahwa dokter telah memenuhi standar profesi dan standar kehati-hatian (standard of profession and standard of kesalahan care) maka dokter tersebut masih tetap dianggap telah melakukan suatu peristiwa pidana hanya kepadanya tidak dikenakan suatu sanksi pidana. Jika memang terdapat alasan yang khusus untuk itu, dengan adanya alasan pemaaf. Namun perbuatannya sendiri masih tetap mengandung unsur kesalahan (pidana). Sehingga tidak dihukumnya dokter dalam hal ini bukanlah suatu dekriminalisasi, akan tetapi suatu depenalisasi.