P Persoalan perolehan sarusun oleh pasangan suami istri beda kewarganegraan yang tida memiliki perjanjian perkawinan sudah diatasi dengan adany putusan mahkamah konstitusi nomor 69/puu-xiii/2015. hanya saja dalam peraktiknya masih ditemukan penggunaan perjanjian nominee. permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi putusan mahkamah konstitusi nomor 69/puu-xiii/2015 terkait perolehan satuan rumah susun oleh pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan dan apabila pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan pasca putusan mahkamah konstitusi nomor 69/puu-xiii/2015 tidak melakukan perjanjian perkawinan, dengan cara apa keduanya tetap dapat memperoleh satuan rumah susun. untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan di gunakan metode penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif analitis. data yang digunakan adalah data sekunder yang dilengkapi dengan data primer. analisis data yang dilakukan kuantitatif dengan pengambilan kesimpulan secara deduktif. hasil penelitian menunjukan bahwa putusan mahkamah kontitusi nomor 69/puu-xiii/2015 sudah terimplementasi yang dibuktikan dengan pembuatan perjanjian perkawinan oleh mayoritas pasangan suami istri yang berbeda kewarganegraan dan tidak memiliki perjanjian perkawinan. bagi pasangan suami istri yang berbeda kewarganegraan yang tidak mau membuat perjanjian perkawinan masih memungkinkan memiliki sarusun di atas tanah hgb dengan syarat dibangun di kawasan ekonomi khusus, unit yang dibeli harus unit sarusun baru dan nilai harganya disesuaika dengan ketentuan peraturan daerah sarusun itu dibangun.